FERFORMANCE KEPALA KUA
A. Pendahuluan
Dalam sebuah pertandingan sepak bola, Kepala KUA Kecamatan (selanjutnya disebut Kepala KUA) diibaratkan sebagai seorang striker bagi sebuah tim. Ia menjadi penentu apakah sebuah serangan yang dibangun dari kerjasama tim akan membuahkan gol atau hanya sebuah serangan yang menguras tenaga saja. Begitu pun dalam Kementerian Agama. Walaupun Kepala KUA adalah pejabat struktural yang hanya ber-eselon IV/b, tetapi ia menjadi ujung tombak Kementerian Agama. Baik buruk citra dan kinerja Kementerian Agama sangat dipengaruhi citra dan kinerja Kepala KUA dalam melaksanakan tugasnya memimpin Kantor Urusan Agama Kecamatan.
Banyak Kepala KUA yang mampu dengan sangat baik melaksanakan tugasnya, sehingga masyarakat lebih menghormati dan menghargai dirinya daripada kepada Camat ataupun pimpinan pondok pesantren di daerahnya. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa masih banyak Kepala KUA yang belum mampu bekerja memimpin KUA Kecamatan dengan baik. Banyak dari mereka yang masuk kantor hanya sekadar untuk ngabsen dan mengecek jumlah pernikahan saja, dengan keadaan kantor yang berantakan, dan staf yang tidak tahu apa yang harus dikerjakannya.
Komplain masyarakat terhadap pelayanan KUA Kecamatan masih sering terdengar dan menjadi topik dalam media massa. Bahkan beberapa media massa memberitakan skandal sex yang dilakukan oleh beberapa oknum Kepala KUA. Itu semua merupakan realita yang tidak bisa dibantah dan menjadi PR bagi segenap warga Kementerian Agama untuk memperbaikinya.
Untuk itu, Kementerian Agama sangat membutuhkan sosok Kepala KUA yang ideal, yang mampu menyumbangkan gol-gol keberhasilan yang indah dalam pelaksanaan tugas Kementerian Agama, sehingga mampu mengangkat citra KUA Kecamatan secara khusus dan Kementerian Agama secara umum, yang dalam makalah ini disebut “Kepala KUA Super”.
B. Kepala KUA Sebagai “Pejabat Super”
Kepala KUA disebut sebagai “Pejabat Super” karena pada realitanya Kepala KUA bekerja melebihi tugas pokoknya (dalam arti positif). Kesimpulan itu diambil karena dengan sangat jelas Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 517 tahun 2001 tentang Penataan Organisasi Kantor Urusan Agama pada pasal 2 menyatakan bahwa KUA Kecamatan bertugas untuk melaksanakan sebagian tugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota di bidang Urusan Agama Islam dalam wilayah kecamatan. Padahal, kenyataannya Kepala KUA tidak hanya mengurusi bidang urusan agama Islam. Bidang wakaf, haji, dan penamas juga digarap oleh Kepala KUA.
Dalam bidang wakaf, berdasarkan PMA Nomor 1 Tahun 1978 dan PP Nomor 42 Tahun 2006, Kepala KUA ditunjuk sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW). Dalam PP Nomor 42 tahun 2006 (pasal 37) dijelaskan:
(1) PPAIW harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala KUA dan/atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf.
(2) PPAIW harta benda wakaf bergerak selain uang adalah Kepala KUA dan/atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Menteri.
Sedangkan bidang haji, Keputusan Menteri Agama Nomor 371 tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Nomor D/377 tahun 2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, mengamanatkan KUA Kecamatan melakukan bimbingan ibadah haji.
Sementara dalam bidang penamas—khususnya kemasjidan (yang menurut SOTK lama menjadi garapan Urais, sedangkan menurut SOTK baru menjadi garapan Penamas), Kepala KUA bersama dengan Ketua MUI Kecamatan masih tetap menerbitkan SKB untuk mengukuhkan dan melantik kepengurusan Dewan Keluarga (atau Kemakmuran) Masjid.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sebenarnya Kepala KUA adalah “Kepala Kementerian Agama Kantor Kecamatan”, karena memang pada kenyataannya Kepala KUA juga mengurusi hampir semua bidang Kementerian Agama, juga karena Kepala KUA juga diamanatkan untuk menjadi koordinator keagamaan dan menjadi leading sector pembangunan bidang agama di wilayah kecamatan.
Dengan tugas Kepala KUA yang bertumpuk-tumpuk seperti itu tentunya mengharuskan Kepala KUA bukanlah orang sembarangan. Ia haruslah orang yang mau bekerja keras, penuh gagasan dan inovasi, serta lincah berkoordinasi lintas sektoral, walaupun eselonnya hanya IV/b sama dengan eselon Sekretaris Kelurah (Seklur).
C. Indikator Sikap “Kepala KUA Super”
Seorang “Kepala KUA Super” akan terlihat dari sikap-sikap (aslinya, bukan pura-pura) sebagaimana dipaparkan di bawah ini.
1. Berakhlak Karimah
Sikap ini sengaja lebih didahulukan karena memang akhlak adalah hal yang paling jelas dilihat dan dinilai masyarakat sebelum kehebatan Kepala KUA dalam ilmu dan pekerjaannya.
Citra Kementerian Agama akan lebih terganggu dan lebih bernilai buruk di masyarakat jika seorang Kepala KUA berakhlak buruk, dibandingkan dengan jika Kepala KUA tidak profesional dalam bekerja melayani masyarakat.
Akhlakul karimah bagi Kepala KUA dapat diindikasikan dengan sikap-sikap sebagaimana dijelaskan berikut ini:
a. Menjaga Muru’ah
Menjaga muru’ah adalah sikap menjaga kehormatan diri. Menjaga dari dosa-dosa kecil, apalagi dosa-dosa besar. Bahkan menjaga diri dari hal-hal yang bukan dosa tetapi menurut norma yang berlaku tidak layak dan tidak patut dilakukan.
“Kepala KUA Super” akan menghindari berjingkrak-jingkrak menari di depan umum (dengan diiringi musik dangdut yang menghentak) dalam suatu kenduri pernikahan umpamanya. Tetapi ia tidak anti untuk bernyanyi sopan bersama Pak Camat dan Pak Kapolsek dalam acara HUT RI di kecamatan.
Jika di antara pegawai yang dipimpinnya ada wanita (yang tentu bukan isterinya), ia akan senantiasa menjaga sikapnya. Begitu pula ketika masyarakat yang dilayaninya adalah wanita.
b. Menjadi Uswah dalam Ibadah
Sebagai pimpinan, Kepala KUA semestinya menjadi teladan bagi para pegawai yang dipimpinnya dan juga bagi masyarakat yang dilayaninya. Ia harus menjadi teladan terutama dalam melaksanakan ibadah, karena ia adalah pimpinan dalam Kementerian Agama.
Alangkah eloknya jika Kepala KUA telah berwudlu sesaat sebelum adzan dhuhur berkumandang lantas ia bergegas ke masjid/mushalla ketika adzan berkumandang untuk shalat berjamaah yang imamnya adalah dirinya. Tidak lupa ia pun melaksanakan shalat-shalat sunnah seperti Shalat Rawatib dan Shalat Dhuha.
Ketika bulan Ramadhan, di mana pelayanan nikah sepi, “Kepala KUA Super” sebaiknya bertadarrus Al-Qur’an di sela-sela pekerjaannya daripada sekadar bermain game di komputer.
c. Bersikap Tegas Tapi Santun
Dalam memimpin para pegawainya dan ketika melayani masyarakat, hendaknya Kepala KUA bersikap “tegas tapi santun”. Sikap ini bermakna bahwa ia tidak akan berkompromi dengan segala kesalahan dan penyelewengan dari aturan yang jelas. Tetapi sikapnya tetap santun, tanpa amarah, dan tanpa dendam.
Seorang “Kepala KUA Super” harus berani menolak kehendak nikah poligami seorang pejabat tinggi negara (umpamanya) yang belum memiliki izin poligami dari Pengadilan Agama. Penolakan yang ia lakukan haruslah sesuai prosedur (menggunakan model N9) disertai dengan sikap baik dan penjelasan yang memberi pencerahan.
d. Berpenampilan Rapi dan Sopan
Memang Allah tidak menilai kemuliaan seseorang dari casing yang dipakainya, tetapi harus diingat, bahwa Allah mencintai dan menghargai keindahan, kebersihan, dan kerapihan. Artinya, seorang Kepala KUA semestinya berpenampilan rapi dan sopan, terlihat indah dan pantas jika dilihat.
2. Profesional
a. Memahami Tugas, Fungsi, dan Kewenangnannya
Sudah jelas bahwa tugas Kepala KUA bertumpuk-tumpuk. Mulai dari bidang urusan agama Islam, bidang wakaf, bidang haji, bidang penamas, hingga menjadi koordinator keagamaan dan leading sector pembangunan agama di wilayah kecamatan. Mau tidak mau, Kepala KUA mesti memahami dengan benar keseluruhan tugas-tugasnya tersebut beserta fungsi dan kewenangannya.
Pemahaman yang benar akan tugas, fungsi, dan kewenangan Kepala KUA sangat diperlukan oleh Kepala KUA dalam bekerja melayani masyarakat. Tujuannya agar kepala KUA tidak offside, melakukan tugas atau fungsi atau kewenangan pejabat lain yang akan mengakibatkan cacat hukum atau cacat administrasi.
Sebagaimana dalam KMA Nomor 517 tahun 2001, Kepala KUA (sebagai top leader pada KUA Kecamatan) memiliki fungsi:
1) Menyelenggarakan Statistik dan Dokumentasi;
2) Menyelenggarakan surat menyurat, pengurusan surat, kearsipan, pengetikan dan rumah tangga KUA Kecamatan;
3) Melaksanakan pencatatan nikah dan rujuk, mengurus dan membina masjid, zakat, wakaf, baitul maal dan ibadah sosial, kependudukan dan pengembangan keluarga sakinah, sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Direktur Jendeeral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelenggaraan Haji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara kewenangan Kepala KUA, sebagian di antaranya adalah:
1) Menjadi Wali Hakim di wilayah Kecamatan bagi calon pengantin wanita yang tidak memiliki wali nasab atau wali nasabnya ada halangan syar’i;
2) Menerbitkan dan atau menandatangani Akta, Kutipan Akta, dan surat-surat otentik lainnya dalam bidang NR sebagai PPN;
3) Menerbitkan dan atau menandatangani Akta, Salinan Akta, dan surat-surat lainnya dalam bidang wakaf selaku PPAIW;
4) Menerbitkan dan atau menandatangani surat-surat bagi pelaksanaan kegiatan bimbingan calon jemaah haji, zakat, kemasjidan;
5) Menetapkan visi, misi, rencana strategis, rencana kerja tahunan, dan program serta kegiatan yang akan dilaksanakan sejalan dengan visi, misi Kementerian Agama;
6) Mengatur, membagi kerja, dan menetapkan job deskripsi bagi seluruh pegawai yang ada di KUA Kecamatan baik pegawai struktural maupun fungsional, juga mengawasi serta melakukan evaluasi atas pekerjaan seluruh pegawai, karena ia kepala kantor.
b. Memiliki Kompetensi di Bidangnya
Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang Pegawai Negeri Sipil, berupa pengetahuan, keterampilan, dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 13 Tahun 2011 tanggal 28 Juni 2011 menjelaskan tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan. Pedoman ini merupakan panduan bagi setiap instansi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam menyusun standar kompetensi jabatan pada instansi masing-masing.
Kepala KUA Kecamatan adalah jabatan struktural dengan eselon IV (IV b). Sesuai Standar Kompetensi Umum Jabatan Struktural Eselon IV, Kepala KUA Kecamatan hendaknya memiliki kemampuan sebagai berikut:
ü Mampu memahami dan mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung-jawab unit organisasinya.
ü Mampu memberikan pelayanan prima terhadap publik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.
ü Mampu melaksanakan pengorganisasian dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya.
ü Mampu mengatur/mendayagunakan sumberdaya-sumberdaya untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tugas unit organisasi.
ü Mampu membangun jaringan kerja/melakukan kerja sama dengan unit-unit terkait baik dalam organisasi, maupun diluar organisasi untuk meningkatkan kinerja unit organisasinya.
ü Mampu melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam unit organisasinya.
ü Mampu menumbuh-kembangkan inovasi, kreasi dan motivasi pegawai untuk mengoptimalkan kinerja unit organisasinya.
ü Mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan pengawasan dan pengendalian dalam unit organisasinya.
ü Mampu memberikan akuntabilitas kinerja unit organisasinya.
ü Mampu melakukan evaluasi kinerja unit organisasinya dan para bawahannya dan menetapkan tindak lanjut yang diperlukan
ü Mampu memberikan masukan-masukan tentang perbaikan-perbaikan/ pengembangan-pengembangan kegiatan-kegiatan kepada pejabat atasannya.
c. Bekerja Melayani Masyarakat Berbasis SOP
Standart Operation Procedure (SOP) sudah merupakan hal wajib alias fardlu bagi setiap instansi pemerintah, terutama instansi yang berhadapan langsung dan melakukan pelayanan kepada masyarakat seperti KUA.
Kementerian Agama (dari Pusat hingga ke kabupaten/kota) telah dan sedang menetapkan SOP-SOP bagi pelayanan NR, wakaf, dan pelayanan-pelayanan KUA lainnya. Sebagian telah diberlakukan sebagiannya lagi belum. Dalam bekerja melayani masyarakat, Kepala KUA harus memastikan bahwa pelayanan yang dilakukan adalah berdasarkan SOP-SOP tersebut. Jika suatu pelayanan diamanatkan harus dapat selesai dalam 30 menit, maka Kepala KUA beserta segenap pegawainya harus mampu menyelesaikannya dengan baik tidak lebih dari 30 menit. Bahkan, jika memungkinkan harus ada target kurang dari 30 menit.
d. Mampu Menggerakkan dan Memotivasi Kerja
Manajer yang baik bukanlah manajer borongan yang mengerjakan sebagian besar pekerjaan oleh dirinya sendiri (karena tidak percaya kepada pegawainnya atau karena belum ada pegawainnya yang bisa mengerjakan). Manajer yang baik adalah manajer yang mampu menggerakkan dan memotivasi pegawainya untuk bekerja dengan baik sesuai tugas dan fungsinya. Begitu pun kepala KUA.
Pembuatan job deskripsi yang jelas, tepat, dan aplikatif bagi setiap pegawai merupakan hal yang amat penting untuk menggerakkan pegawai melaksanakan tugasnya dengan baik.
Tentunya juga harus disertai dengan bimbingan, motivasi, teguran, peringatan, dan pengawasan melekat yang terarah dan terstruktur yang didasari ketulusan dan tanggung jawab selaku pimpinan terhadap para pegawainnya.
e. Loyal dan Komitmen Terhadap Korps Kementerian Agama
Kementerian Agama pada hakikatnya memiliki tugas mulia yakni berupaya agar warga negara Indonesia dapat hidup dengan aman dan indah dengan menjalankan agamanya. Hakikat tugas itu bukanlah hal yang ringan. Karenanya, diperlukan kesatuan langkah dari segenap pegawai Kementerian Agama terutama para pejabatnya dalam melaksanakan program-program yang telah direncanakan.
Jangan sampai, seorang Kepala KUA justeru menjadi duri penghambat pelaksanaan program karena ia melangkah sendiri, bekerja semaunya sendiri, tanpa mengindahkan petunjuk dan arahan dari atasannya.
f. Bersinerji dengan Instansi dan Lembaga Lain di Wilayah Kecamatan
“Kepala KUA Super” adalah sosok yang mobile. Ia aktif dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh mitra-mitranya di kecamatan. Ia pun melaksanakan program-program Kementerian Agama dengan bersinerji dengan instansi dan lembaga lain di wilayah kecamatan yang dipimpinnnya. Ia mampu berkoordinasi lintas sektoral dengan cantik dan elegan.
“Kepala KUA Super” bukan tipe Kepala KUA “penjaga kantor”. Ia keluar dari kantor KUA bukan untuk meninggalkan tugasnya, tetapi justeru untuk bersinerji dengan instansi atau lembaga lain guna memperkuat pelaksanaan program Kementerian Agama dan pembangunan bidang agama di wilayahnya.
3. Terus Mengembangkan Diri
a. Long Life Education
Bagi seorang Muslim, terutama bagi Kepala KUA, perintah Nabi Saw. untuk mencari ilmu dari buaian sampai liang lahat merupakan petunjuk agung bagi pengembangan dirinya. “Kepala KUA Super” tidak akan pernah puas atas ilmu yang telah dimilikinya. Ia akan selalu haus akan segala ilmu dan pengetahuan, khususnya yang menunjang pelaksanaan tugasnya memimpin kantor terujung dari Kementerian Agama.
Meneruskan sekolah formal ke jenjang pascasarjana (S2 dan S3) merupakan salah satu program prioritas pengembangan diri yang dilakukan oleh “Kepala KUA Super”. Sebab ia sadar bahwa selaku pemimpin ia harus lebih maju dari yang dipimpinnnya. Apalagi, memang sudah banyak di antara staf atau penghulu yang dipimpinnya (terutama pada KUA-KUA di kota-kota besar) yang telah berpendidikan S2.
Selain pendidikan formal, “Kepala KUA Super” juga senantiasa berperan serta aktif dalam diklat-diklat, workshop, seminar, dan forum ilmiah lainnya, baik yang diselenggarakan Kementerian Agama maupun yang difasilitasi oleh instansi atau lembaga atau pihak lain.
b. Menggali Kitab-Kitab Turats Hukum Islam
Penggalian akan khazanah keilmuan yang telah dihasilkan para ulama terdahulu pada zaman keemasan Islam yang tersaji dalam kitab-kitab turats (kitab-kitab kuning) menjadi hoby dari “Kepala KUA Super”. Ia menyisihkan uang pribadinya untuk membeli kita-kitab yang diperlukan atau untuk mengunduh kitab-kitab turats yang banyak tersaji di dunia tanpa batas: internet.
Memang benar jika Kepala KUA seharusnya menjalankan dengan konsekwen segala peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan negara/pemerintah Republik Indonesia. Ia akan lebih mendahulukan itu daripada nilai-nilai, pemahaman, atau hukum-hukum yang lainnya. Tetapi, ia pun harus memahami norma, pemahaman, dan hukum-hukum selain peraturan perundang-undangan, seperti Fiqh, Ushul Fiqh, dan fatwa-fatwa.
Ini dilakukan oleh “Kepala KUA Super” karena ia menyadari bahwa masyarakat yang ia layani menjalankan norma, pemahaman, dan hukum-hukum tersebut. Bahkan, sebagian dari mereka terkadang sangat emosional dan tidak mau membuka diri bagi norma, pemahaman, dan hukum di luar yang mereka yakini.
“Kepala KUA Super” akan tetap konsekwen menjalankan peraturan-peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan, tetapi ia tidak akan bersikap kaku. Ia akan menjaga substansi hukum dari peraturan-peraturan tersebut, di samping ia dengan bijak menyesuaikan teknis (yang tidak prinsipil) dengan norma, pemahaman, dan hukum yang masyarakat anut. Tentunya ia pun harus terus tanpa putus asa dan dengan cara yang cantik melakukan sosialisasi dan penjelasan peraturan perundang-undangan kepada masyarakat. Ini sebagai strategi tatbiq al-ahkam (menerapkan peraturan perundang-undangan ke masyarakat). Misinya adalah terbukanya wawasan masyarakat, sehingga dapat menerima peraturan perundang-undangan.
c. Melek IT
Di jaman di mana teknologi (terutama teknologi informasi) yang berkembang begitu cepat seperti sekarang, “Kepala KUA Super” akan menganggapnya sebagai tantangan yang menarik hatinya dan peluang yang akan menjadi solusi untuk berusaha terus memperbaiki kinerja dirinya dan segenap pegawai yang dipimpinnya untuk melayani masyarakat.
Seorang “Kepala KUA Super” tidak perlu mahir secara mendalam teknologi komputer, internet, printer, foto digital, dan teknologi teknologi lainnya. Ia hanya cukup memahami dasar-dasar dan manfaat dari teknologi-teknologi tersebut. “Kepala KUA Super” akan mengarahkan dan memfasilitasi beberapa pegawainya untuk mahir dan ahli dalam IT.
Langkah ini ia lakukan untuk lebih mempermudah dan mengefektifkan pelaksanaan pekerjaan di kantornya, seperti yang sudah ia buktikan dengan Sistem Informasi Manajemen Pernikahan (SIMKAH).
D. Penutup
Dari paparan di atas jelaslah bahwa Kepala KUA memiliki peran yang sangat strategis bagi Kementerian Agama. Walaupun eselonnya rendah, tetapi tugas dan tanggung jawabnya “super”. Dari mengurusi bidang urais, wakaf, haji, hingga kemasjidan penamas. Karena itu dibutuhkan sosok “Kepala KUA Super” yang memiliki ferformance berakhlakul karimah, profesional, dan terus mengembangkan diri untuk memimpin kantor terujung dari Kementerian Agama: KUA.
Akhlakul karimah terindikasi dari sikap Kepala KUA yang menjaga muru’ah, menjadi uswah dalam hal ibadah, bersikap tegas tapi santun, serta berpenampilan rapi dan sopan. Sementara profesional diwujudkan dengan sikap Kepala KUA yang memahami tugas, fungsi, dan kewenangannya; memiliki kompetensi di bidangnya; bekerja melayani masyarakat berbasis SOP; mampu menggerakkan dan memotivasi kerja; loyal dan komitmen terhadap korps Kementerian Agama; dan bersinerji dengan instansi dan lembaga lain di wilayah kecamatan. Adapun sikap terus mengembangkan diri ditandai dengan langkah long life education, menggali kitab-kitab turats hukum Islam, dan melek IT.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama, Pedoman Pejabat urusan Agama Islam Edisi 2004, Jakarta, 2004.
Fremont E. kast dan James E. Rosenzweig, Organisasi dan manajemen, Jakarta: Bumi Aksar, 1996.
George R. Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, Jakarta: Bumi Aksara, 1993.
Hadari Nawawi, Kepemimpinan yang Efektif, Yogyakarta: Gajah mada University Presss, 1995.
Ibnu Syamsi SU., Pokok-Pokok Organisasi dan Manajemen, Jakarta: Rineka Cipta, 1994.
Departemen Agama, Pedoman Pejabat urusan Agama Islam Edisi 2005, Jakarta, 2005.
M. Karjadi, Kepemimpinan (Leadership), Bandung: Karya Nusantara, 1989.
Onong U. Effendy, Psikologi Manajemen dan Administrasi, C.V. Mandar Maju, 1989.
Pandji Anoraga, Psikologi Kepemimpinan, Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Sismono, Sejarah dan Amal Bakti Departemen Agama Republik Indonesia, Bandung: Bina Siswa, 1991
*) TOTO SUPRIYANTO, M.Ag (Sekretaris Pokjahulu Kota Bandung, Penghulu Muda KUA Kec. Coblong Kota Bandung); Makalah bertema “Ferformace Kepala KUA yang Ideal” diajukan sebagai salah satu persyaratan peserta Uji Kompetensi Calon Kepala KUA Tahun 2012 yang diselenggarakan Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Jawa Barat pada 14—16 Mei 2012 di Hotel Dariza, Cipanas, Garut